Siang itu dia datang dengan wajah penuh amarah sambil
mengungkapkan semuanya di depan orang banyak, keluargaku di rumah tanteku. Semua
yg tak ingin ku dengar, semua yang tak aku harapkan. Kemudian dia berlalu tanpa
pamit dan meninggalkan keheningan di tempat itu.
Aku kira permasalahan itu berakhir begitu saja. Ternyata itu
semua berlanjut..
Amarahnya memecah keheningan rumah pada senja itu, di susul
dengan hujan. Aku dan kakaku dipanggilnya ke ruang tamu, lalu kakaku hanya
tertunduk dengan tatapan kosong. Dan aku mentapa ke kaca dengan mataku yang
berkaca-kaca, semakin lama semakin menetes tanpa ku sadari sudah membasahi pipi
dan bajuku. Tangisku tak membuat amarahnya berhenti, tak membuat bibirnya
terdiam, semuanya semakin-makin membuat tangisku deras dan sesegukan di antara
tetesan air mataku. Ingin rasanya aku berteriak ‘DIAM’ sambil menutup telingaku
untuk menghentikan semuanya, tapi aku tak bisa. Hanya air mata yg bisa ku
teteskan begitu derasnya di senja itu.
Aku dan kakaku di tarik keras olehnya, hingga tersungkur di
depan ibuku di kamar. Dia bilang ‘tanya pada ibu mu
@#$%^&*())*&^&^$^#’ aaahhh air mataku semakin deras tak kunjung
berenti. Aku semakin tak kuasa melihat wajah malaikatku, ibu.
Ini bukan kali pertama, dan aku tak tahu kapan ini semua
berakhir. Aku hampir tak pernah akur dengannya. Ini lah salah satu alasanku
membencinya. Aku kira ini hal yang tak pernah diharapkan pada semua keluarga. Keluarga dan rumah itu tak lagi hangat sejak beberapa tahun lalu. Aku tak suka DIA
Aku kehilangan senjaku yang seharusnya hangat dengan warna merahnya, ah Aku tak suka DIA merubah senjaku.